Rabu, 10 Oktober 2007

Buruh Bergerak

Setiap represi (dalam bidang apa pun) akan selalu memunculkan resistensi. Sebuah (dominasi) kekuasaan yang represif dalam realitas sejarah selalu saja akan berimplikasi bagi munculnya perlawanan atas tipologi kekuasaan tersebut. Artinya, sejarah selalu menjadi saksi betapa kekuasaan yang melakukan proses dominasi atas yang dikuasai, terutama melalui tindakan yang represif, akan menghadirkan pula berbagai resistensi yang dilakukan seseorang atau komunitas yang mendapat perlakuan represif dan hegemonik oleh kekuasaan (Santoso dkk, 2003:29). Buruh 'bergerak' adalah salah satu bentuk perlawanan tersebut.
Buruh bergerak adalah realitas yang tak kan kunjung redup, ketika hegemoni lebih menonjolkan bahasa kekuasaan dalam kekuasaannya. Kontra-hegemoni yang senantiasa dilakukan oleh buruh merupakan suatu bentuk kristalisasi dari kejenuhan yang kerap dirasakan. Penindasan dan ketidakadilan yang selalu dirasakan oleh buruh merupakan 'perselingkuhan' yang kerap menjadi aktivitas penguasa dengan para pemilik modal, yang selalu bersembunyi di balik sistem yang cenderung tidak memihak. Sistem yang memiliki celah untuk dimanipulasi juga menjadi penyebab bagi ketertindasan yang dirasakan oleh buruh.
Hassan Hanafi, seorang filsuf berkebangsaan Mesir yang mengenyam pendidikan di Perancis secara kritis berupaya membongkar penindasan manusia atas manusia melalui pemesinan manusia melalui produksi. Manusia dengan nama buruh dijadikan kerbau yang harus patuh kepada tuannya. Jam kerja cenderung mengambil nilai lebih tanpa tambahan upah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh mereka yang merasa berkuasa. Singkatnya, buruh 'tersisih dari kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Oleh karena itu, dimensi pembebasan harus senantiasa digulirkan untuk memajukan kondisi buruh yang termarginalkan. Buruh harus terus berggerak untuk kemudian melepaskan diri dari jerat yang kerap membelenggu, demi terwujudnya rasa keadilan. Bukan saatnya lagi buruh hanya bisa melakukan aksi-aksi demontrasi, sehingga pada akhirnya juga belum dapat menghadirkan angin segar bagi kesejahteraan buruh.
Format baru harus segera dicari untuk mengatasi hal ini. Banyak, tetapi seperti buih di lautan, bukanlah tipikal buruh yag saat ini haus ditonjolkan. Persatuan buruh atas nama idealisme perlawanan buruh tidak boleh lagi terkotak-kotak dengan berbagai bendera organisasi yang membelenggu pergerakannya. LAWAN dan BERSATULAH, demi satu asa yang menjadi impian.

Lebih baik terasing daripada menyerah kepada kemunafikan.....
Kami bersertamu Orang-orang yang malang......
(Soe Hok Gie)

Tidak ada komentar: