Selasa, 09 Oktober 2007

Menikmati Keimanan

Menikmati Keimanan

Siang itu, suhu udara begitu panas. Hamparan pasir seakan-akan luas tak berujung. Seolah-olah, matahari berada tiga jengkal jari-jemari. Tubuh tak dapat menahan rasa panasnya mentari yang seakan tak bersahabat. Lebih parahnya lagi, hembusan angin yang mengalir, tak dapat banyak memberikan kesejukan yangs angat diharapkan. Ia malah menjadi pembalut panas bagi tubuh yang sudah mulai melemah.
Tubuh itu sepertinya tak kuasa lagi menahan panas. Entah berapa kali ia merebah di atas tumpukan pasir panas. Sesekali ia mencoba untuk bangun, namun saat itu juga ia kembali merebah. Sayatan demi sayatan panasnya matahri semakin menjadi-jadi.Tubuh yang memang hitam itu semakin hitam, hingga tak dapat lagi dapat dibedakan antara batu hitam yang menghimpit, dengan tubuh yang semakin melemah itu.
Namun, di tengah-tengah suasana perih itu, terdapat sebuah harapan baru yang mencoba senantiasa menyapa. Ia bukan malah menyesali. Senyum di bibirnya menyiratkan hal itu. Dari bibir keringnya, terucap sebuah kata yang bukan hanya sebuah kata. Sebuah kata yang kemudian memiliki makna yang teramat dalam. Dengannya, panas matahari dan tumpukan batu yang menghimpit tak menjadi sebuah persoalan, walaupun berulang kali tubuhnya merebah.
Melihat hal ini, manusia-manusia durjana yang berada di sekelilingnya serta merta menjadi terheran-heran, "Seharusnya ia sudah mati dari tadi", ungkap salah seorang di antara mereka. Sebuah peristiwa yang tak pernah disangka sebelumnya. Rencana jahat yang telah disusun, dan akan berakhir dramatis dan eksotis serta penuh dengan nilai-nilai cinta yang sejati.
Sementara itu, tubuh hitam itu kembali bangkit, tetapi berulang kali juga terlelap oleh panasnya matahari. Namun, bibir pemuda itu yang semakin kering, tidak pernah berhenti untuk mengucapkan kata-kata yang sangat dibenci oleh para manusia durjana di sekelilingnya. Pengaruh kata-kata itu begitu kuat, hingga ia menjadi kekuatan untuk bertahan menghadapi gelombang ketidakadilan yang saat itu dihadapinya.
Sosok hitam itu adalah seorang pemuda yang dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya, mencoba untuk mempertahankan keyakinan yang ia yakini kebenarannya. Seorang budak hitam yang di kemudian hari dikenal sebagai salah seorang sahabat Rasulullah yang telah mendapat garansi setapak atau bahkan lebih hamparan surga yang luasnya tak dapat terkatakan lewat kata dan terpikirkan oleh logika. Ia sepertinya menikmati setiap siksaan yang ditujukan kepada setiap lekuk tubuh hitamnya. Ia tetap tegar dengan segala keterbatasan yang ada. Akhirnya, ia dilepaskan dengan jaminan oleh Abu Bakar.
Kebebasan dan keduniaan yang ia peroleh setelah pengalaman itu, ternyata tidak serta merta menjadikan dirinya berubah. Ia masih tetap memiliki komitmen yang kuat terhadap keyakinannya. Ketika ia ditanya mengenai kapan ia menikmati manisnya keimanan, ia bukan menjawab ketika ia dibebaskan dengan jaminan sehingga ia menjadi manusia yang merdeka. Ia juga bukan menjawab ketika ia menjadi gubernur dan menjadi pendamping seorang wanita yang sangat cantik. Tetapi dengan tegas ia menjawab, bahwa ia menikmati manisnya keimanan, ketika ia dihimpit oleh batu besar dan dijemur di bawah panasnya matahari. Betapa luar biasanya kehidupan manusia yang dibimbing langsung oleh Rasulullah, sang Nabi mulia, nabi akhir zaman. Semoga Allah SWT memberikan predikat dan tempat yang terbaik bagi mereka, dan kita menjadi orang-orang yang senantiasa mengikuti mereka. Wallahu 'alam......

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah...paten kali Bang Yopi ni, makin "ngeri, nakal dan liar" aja kutengok pemikirannya di blog ini. Mudah2an itulah cara beliau untuk membahasakan dakwah pada segmen mad'u yang berbeda. Horas! Allahu akbar!

Yopi Rachmad mengatakan...

Terima kasih atas commmentnya...Mudah2an bermanfaat!!!